Rabu, 09 Maret 2011

Tak Jadi Mengeluarkan Golkar, Gelar “Si Raja Sambal” Semakin Pasti


Hari ini (8/3) di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, setelah pertemuan empat mata antara SBY dengan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, diumumkan bahwa SBY batal mengeluarkan Golkar dari koalisi.

Dengan demikian analisa saya yang mengatakan bahwa SBY yang balik digertak Golkar, akan ciut nyalinya, dan akan dengan muka tebal melupakan ancamannya serta menjilat ludahnya kembali (untuk mengeluarkan Golkar dari koalisi) adalah benar.

Aburizal Bakrie dengan penuh percaya diri mengemukakan bahwa setelah pertemuannya dengan SBY sekitar 45 menit itu, Golkar memutuskan tetap berada dalam koalisi. Jadi, yang memutuskannya adalah Golkar, bukan lagi SBY.

Dalam pertemuan tersebut, menurut si Ical, juga sama sekali tidak dibicarakan masalah perombakan kabinet.

“Kami membuat suatu evaluasi kenapa bisa terjadi masalah-masalah kecil, agar ke depan masalah-masalah kecil itu tidak menjadi suatu hal yang dapat menghambat kemajuan bernegara,” kata Aburizal (Kompas.com, 08/03/2011).

Oh, jadi rupanya kedua tokoh kita ini menganggap masalah-masalah seperti (skandal) Bank Century dan mafia hukum/pajak yang menjadi isu utama memburuknya hubungan mereka adalah hanya merupakan masalah-masalah kecil saja!

Jadi, masalah besarnya itu apa, dong? Rupanya masalah besar itu adalah kepentingan politik sesaat mereka. Oleh karena semuanya itu harus dikorbankan, termasuk harga diri dari seorang Presiden yang rela menjilat ludahnya sendiri demi terjadinya kesepakatan untuk mereka bersatu kembali.

Demi kemajuan negara, dan demi kepentingan bangsa dan negara jelas hanya merupakan alasan bohong-bohongan saja. Sebab kalau benar demi itu, tentu saja mereka tidak akan menganggap kasus Bank Century dan mafia hukum/pajak itu hanyalah masalah-masalah kecil.

Ketika mengumumkan hasil pertemuan Aburizal dengan Presiden SBY tersebut, terlihat pula bahwa kendali ada di tangan Golkar. Bukan Presiden SBY, si yang pertama kali melontarkan ancamannya tersebut, karena ternyata SBY hanyalah si Raja Sambal.

Disebutkan bahwa keputusan Golkar tetap berada dalam koalisi ditetapkan setelah Aburizal berhasil membuat suatu kesepakatan dengan SBY. Kesepatan itu adalah menggunakan Setgab Pendukung Pemerintah bukan hanya untuk pelanggengan kekuasaan, melainkan untuk menyejahterakan rakyat.
Pada pertemuan tersebut, Aburizal meminta kesepakatan koalisi yang ditandatangani pimpinan parpol pada tahun 2009 diperbaraui. Aburizal juga meminta SBY tetap memberi ruang kepada anggota koalisi untuk bersikap kritis kepada pemerintah (Kompas.com, 08/03/2011).

Selanjutnya, Aburizal juga mengatakan kepada SBY bahwa kesepakatan koalisi harus diperjelas. Iameminta Presiden SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Setgab Parpol Pendukung Pemerintah memperjelas poin kesejahteraan rakyat, demokrasi, antikorupsi, dan lainnya.

Secara terpisah, Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha membenarkan bahwa Aburizal Bakrie ada meminta supaya kesepakatan koalisi itu harus diperbarui.

Lepas dari embel-embel “kesejahteraan rakyat, demokrasi, dan antikorupsi” yang disebutkan Aburizal, jelaslah bahwa dalam pertemuan tersebut yang memegang kendali adalah Aburizal. Bahkan besar kemungkinan dia lah yang mendikte Presiden SBY.

Aburizal lah yang meminta (kata halus dari “memerintah”?) Presiden SBY supaya memperbarui kesepakatan yang telah ditandatangani para anggota koalisi pada 2009, dan tidak lagi suka mengancam anggota koalisi yang bersikap kritis kepada pemerintah.

Semua itu harus dilakukan Presiden SBY sebagai suatu “harga” yang dipasang Golkar dan harus dibayar SBY, kalau mau Golkar tetap berada dalam koalisi.

Barangkali “harga” seperti inilah yang dimaksud oleh tokoh Golkar Indra J. Piliang ketika mengatakan Golkar sekarang memasang tarif bagi kubu SBY.

Karena SBY sangat membutuhkan Golkar, bukan sebaliknya, maka SBY pun terpaksa membayar harga / tarif tersebut.

Buktinya, baru saja Juan Aldrin Pasha mengatakan bahwa Presiden SBY setuju untuk segera melakukan pembaruan terhadap 11 butir kesepakatan anggota koalisi pendukung pemerintah itu (Tempo Interaktif, 08/03/2011).

Gagal merangkul PDIP, batal mendepak Golkar. Itulah sikap yang dipertunjukkan kubu SBY, yang menunjukkan perilaku oportunisime.

Demikian juga, tidak jadi mengeluarkan Golkar, Gerindra yang sempat didekati pun tiba-tiba diabaikan begitu saja. Karena Golkar kembali dirangkul, untuk apa lagi Gerindra itu? Abaikan saja. Tidak usah dianggap. Anggap saja tidak pernah ada. Maka surat Gerindra yang berisi syarat untuk ikut bergabung dalam kabinet pun tidak dijawab SBY. Mungkin dibaca pun tidak.

Untuk Gerindra, siapa suruh kalian tergiur dengan godaan si Raja Sambal? PDIP pun patut bersyukur tidak sampai ikut tergoda seperti Gerindra. Yang akhirnya malah tidak dianggap sama sekali, ketika ternyata tidak dibutuhkan.

( disadur dari : kompas.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar