Rabu, 09 Maret 2011

Koalisi di Indonesia Aneh


Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan, koalisi antarpartai masih sangat labil karena beberapa partai bisa mengubah sikap sesuai isu dan kepentingan. Kondisi itu memunculkan ketidakpastian politik yang membuat pemerintah sulit mengambil keputusan strategis dengan cepat dan tegas.

Menurut dia, sistem koalisi yang tercipta pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini merupakan anomali atau keanehan politik. Dalam fatsun politik umum, dukungan partai-partai koalisi tak hanya berlangsung di kabinet, melainkan juga dalam parlemen.

”Di Indonesia, partai-partai koalisi pendukung pemerintah mendapat kursi sebagai menteri di kabinet, tetapi bisa berseberangan di parlemen. Ini tidak umum,” katanya di Jakarta, Selasa (1/3/2011). Koalisi semacam itu rapuh dan labil karena muncul sikap partisan.

Ikrar mengatakan ini menanggapi wacana evaluasi koalisi yang digulirkan Presiden SBY sebagai respon pasca-usulan hak angket pajak di parlemen. Partai Golkar dan PKS yang notabene adalah anggota koalisi partai pendukung pemerintah memilih sikap berbeda dengan Partai Demokrat dan partai koalisi lainnya. Golkar dan PKS mendukung penuh usulan hak angket, sementara Demokrat bersama partai koalisi menolak.

Tanpa menyebut nama parpol, SBY mengatakan, ada sejumlah kesepakatan yang tidak ditaati atau dilanggar oleh 1-2 parpol. ”Jika ada parpol yang tak lagi bersedia menaati kesepakatan yang dibuat bersama saya, tentu parpol seperti itu tidak bisa bersama-sama lagi dalam koalisi. Ini sangat jelas, gamblang, dan menurut saya logikanya juga begitu,” kata Presiden, kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa kemarin.

Ikrar berpendapat, agar ketidakpastian tidak terus berlarut-larut, perlu dilakukan kontrak ulang koalisi dengan partai-partai pendukung pemerintah.

Indria Samego, pengamat politik LIPI, menyatakan, yang terjadi terkait dengan koalisi partai-partai pendukung pemerintah merupakan koalisi strategis, bukan koalisi permanen. ”Artinya, itu koalisi on andoff, tergantung dari situasi, kapan mendukung SBY merupakan sebuah keharusan dan kapan memihak kepada rakyat,” kata dia. 

( disadur dari : kompas.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar