Senin, 07 Februari 2011

Ketawa ala Komisitiga ha..ha…ha….


Apa yang perlu ditangisi di negeri ini. Air mata telah terkuras habis melihat penderitaan rakyat, baik yang terkena bencana akibat perilaku alam itu sendiri atau akibat dari ulah tangan manusia, baik itu yang menjabat maupun yang masih menjadi rakyat.

Maka marilah kita tertawa melihat drama fenomena yang terjadi di negeri ini. Dalam segala hal epolisoskumbudhankama (ekonomi, politik, sosial, hukum, budaya, pertahanan, keamanan dan agama).
Kita mulai dari dunia politik dan hukum.


Bagaimana lucunya para wakil rakyat yang terhormat di komisi III menolak kehadiran tamu yang telah diundang dengan resmi, pak Bibit dan pak Chandra (BC) dari KPK, mereka berdebat ngalor ngidul dan berjam-jam, hanya untuk membahas kehadiran BC. Apa tidak ada hal lain yang lebih penting dari pada sekedar status deponeering BC. Para wakil itu menolak dikatakan balas dendam, karena KPK telah menangkap koleganya. Mereka seolah menganggap dirinya malaikat, hanya orang bersih dan suci yang berhak menjadi tamu resmi DPR.

Alangkah lucunya para wakil rakyat di kota Surabaya, tanpa kesalahan yang diperbuat Walikota, hanya karena tersinggung oleh pernyataan Walikota di harian Kompas, ujug-ujug mau melengserkan Walikota dari kursinya. Dan lucunya tak ada komentar apapun dari pak Wakil Walikota yang dijabat oleh Bambang DH yang memang seorang politisi lokal. Bambang DH tidak bisa maju sebagai Walikota karena sudah dua periode menjabat. Agar namanya tidak disangkut-pautkan dengan upaya pelengseran Walikota Surabaya, Bambang DH mengajukan pengunduran diri.

Bagaimana tidak lucu kasus Gayus, berlarut dan kian carut marut. Sebagian orang menyatakan Gayus bak penjahat, tetapi tak sedikit orang yang bilang Gayus adalah tuntunan dan pahlawan. Coba kita lihat bagaimana tingkah orang-orang yang disekitaran Gayus. Yang masuk jerat hukum hanya sebagian kecil, itupun bukan aktor utama hanya aktor figuran. Setali tiga uang dengan kasus suap menyuap pemilihan DGBI. Para penerima suap sudah memasuki bui, sedangkan pemberinya lupa saking buanyaknya nilai yang diberikan. Katanya menderita penyakit lupa yang hebat, tetapi ada orang yang mengetahui bahwa si pelupa ternyata pernah jalan-jalan. Bahkan orang yang dekat dengan pelupa tidak mau menyebutkan dimana si pelupa tinggal. Asal tahu saja yang paling ngotot untuk menolak kehadiran pak Bibit dan pak Chandra dari KPK, adalah orang yang satu partai dengan orang dekat si pelupa. Dan asal tahu juga partai itu dalam kampanye selalu menyebut diri sebagai partai yang bersih dan peduli.

Lebih lucu lagi ada sekelompok masyarakat yang menganut paham tertentu. Ternyata paham itu dikatakan sesat oleh sebagian besar ummat. Dan saking sesatnya, maka nyawapun boleh dihilangkan. Itulah yang menimpa rakyat yang mengikuti paham Ahmadiyah yang berdiam di Cikeusik, Pandeglang. 
Mereka, 3 orang,  harus meregang nyawa karena membela keyakinannya. Padahal hanya Tuhan yang berhak memberikan vonis apakah hamba-Nya itu benar atau sesat. Saking taat dan takwanya kepada Tuhan, mereka berhak mewakili Tuhan untuk memvonis orang yang berbeda paham dengan dirinya dan dianggap sesat, dan boleh dibunuh.

( disadur dari : kompas.com )

1 komentar: