Rabu, 12 Januari 2011

Tokoh Lintas Agama Kritik SBY

JAKARTA -- Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendapatkan kritik keras dari para tokoh lintas agama di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Senin, 10 Januari. Dalam pernyataan sikapnya, mereka mengkritik pemerintah telah melakukan banyak kebohongan publik. Karena itu, mereka mencanangkan tahun ini sebagai tahun perlawanan terhadap kebohongan dan pengkhianatan.

Beberapa di antara tokoh lintas agama yang hadir untuk pernyataan terbuka tersebut adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Mgr Martinus Situmorang, Ketua Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pendeta Andreas Yewangoe, Buya Syafii
Maarif, Franz Magnis Suseno, KH Salahuddin Wahid, dan Biku Sri Pannyavaro.



Ikut pula dalam acara tersebut aktivis Haris Azhar dari Kontras, Anis Hidayah dari Migrant Care, Berry Furqan dari Walhi, dan Tama Satrya Langkun dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
Buya mengungkapkan, saat ini kondisi bangsa rapuh di semua segi. Mulai segi moral hingga politik. Itu tak lepas dari komitmen pemerintah yang melempem dalam menindak kasus-kasus yang silih berganti dihadapi bangsa Indonesia.

"Monster kerapuhan mengelilingi kita. Masyarakat bawah yang paling terkena dampaknya," katanya.
Menurut Buya, Pancasila dan UUD 1945 dengan jelas mengamanatkan upaya mensejahterakan rakyat. Namun, pemerintah justru mengabaikannya. Tak banyak program pengentasan kemiskinan yang dilakukan. "Undang-undang tidak lagi menjadi acuan kerja pemerintah," tegasnya.

Buya menuntut Presiden SBY menindaklanjuti seruan para pemuka agama tersebut. Jika bukan karena kondisi yang sudah terlampau parah, papar dia, tidak mungkin para tokoh lintas agama bersuara. "Presiden jangan tutup telinga. Jika tokoh agama sudah turun gunung, tapi tidak diperhatikan juga, siapa kita ini sebenarnya," ucap dia.

Hal senada diungkapkan oleh Din. Menurut dia, penguasa telah melakukan banyak kebohongan publik. Padahal, papar dia, para pembohong merupakan orang munafik. Jika kebohongan dilakukan oleh penguasa, akan timbul kehancuran sistemis. "Bila ada dampak sistemis, agama harus bicara," tegasnya.
Din mengibaratkan, saat ini masyarakat Indonesia berada dalam satu perahu.

Apabila ada orang melubangi perahu, harus ada yang mengingatkannya. Jika tidak, seisi perahu bisa tenggelam. Kondisi tersebut, jelas dia, terjadi saat ini. "Tidak boleh ada pembiaran. Pemuka agama harus bergerak," tegasnya.
( disadur dari : metronews.fajar.co.id )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar