Rabu, 02 Februari 2011

Massa Bersiap "Serbu" Istana Presiden


Lebih dari 1 juta orang, massa pendukung oposisi, berkumpul di Kairo dan kota-kota lain di Mesir, Selasa (1/2). Oposisi menilai rezim Presiden Hosni Mubarak telah kehilangan legitimasinya sehingga ia harus turun. Mereka menolak berdialog dengan Mubarak dan kabinetnya.

Pada saat ribuan orang sudah mulai memadati lapangan di pusat kota Kairo, Tahrir Square, dan bersiap ”menyerbu” istana Presiden untuk memaksa Mubarak mundur setelah 32 tahun berkuasa, Wakil Presiden Mesir Omar Suleiman masih mencoba bernegosiasi dengan oposisi.

Wartawan Kompas Musthafa Abd Rahman di Kairo melaporkan, Omar Suleiman pada Senin (31/1) malam menawarkan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) ulang dalam beberapa pekan mendatang di distrik-distrik yang hasilnya ditolak oleh partai-partai oposisi pada pemilu legislatif November lalu. Ia juga meminta menggelar dialog dengan partai-partai oposisi dan berjanji melakukan reformasi politik.

”Saya mendapat mandat dari Presiden untuk melakukan kontak dengan partai-partai oposisi,” ujar Suleiman, yang disiarkan televisi-televisi Mesir.
Suleiman menyampaikan tawaran tersebut hanya beberapa jam setelah militer menyampaikan sejumlah sikap yang dipahami lebih pro-rakyat. Di antara sikap yang ditegaskan militer itu adalah militer memahami tuntutan rakyat saat ini dan militer tidak akan menggunakan kekerasan terhadap rakyat.

Sikap militer itu membuat pemerintahan Presiden Hosni Mubarak berada di persimpangan jalan. Mubarak, dalam sidang pleno dengan kabinet baru yang diumumkan pada Senin malam, meminta pemerintah baru memberantas segala bentuk korupsi dan menindak keras para pelakunya, apa pun jabatannya.

Kekuatan-kekuatan politik oposisi diberitakan sedang mengadakan pertemuan tertutup untuk mengambil sikap terhadap ajakan dialog dari Pemerintah Mesir. Pakar politik Arab, Azmi Bishara, mengatakan, tawaran Suleiman dan penegasan sikap militer Mesir menunjukkan bahwa rezim Mubarak semakin terjepit dan rakyat semakin berada di atas angin.

Menurut Bishara, tawaran Suleiman sudah terlambat. Rakyat tidak akan percaya kepada Suleiman karena dia adalah bagian dari rezim. ”Suleiman sebagai kepala intelijen selama ini harus ikut bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan Mubarak. Bagaimana rakyat percaya kepada Suleiman?” ujar Bishara.

Analis politik Mesir, Hamdi Qandil, juga menyatakan bahwa tawaran Suleiman sudah terlambat, “Tidak cukup apa yang dikatakan Suleiman. Jika mau mengadakan pemilu dalam beberapa pekan mendatang, siapa yang mau menyelenggarakan? Bagaimana perangkat aturannya? Siapkah partai-partai oposisi?” kata Qandil. Menurut dia, hampir semua distrik dalam pemilu legislatif November lalu diragukan hasilnya. Ini berarti parlemen sekarang tidak sah.

Wartawan senior dan pakar politik Mesir, Mohammed Hassaney Heikal, mengatakan, legitimasi rezim Mubarak sudah berakhir dan militer adalah alat negara, bukan bagian dari rezim. Ia memuji sikap militer Mesir yang tidak mau diperalat rezim.

”Harus dipisahkan antara militer dan rezim. Tidak seorang pun bisa membawa militer berhadapan dengan rakyat. Rezim Mubarak kini dalam krisis dan kehilangan kepercayaan diri, yang ditandai dengan tindakan rezim Mubarak meminta bantuan militer dalam menghadapi para pengunjuk rasa,” kata Heikal.
Ia mengecam pemerintahan Mubarak yang memblokir Internet dan mengucilkan rakyatnya dari dunia. 

Heikal menyebut apa yang terjadi di Mesir saat ini adalah revolusi yang berkembang secara cepat dan para pemuda Mesir sudah mampu melampaui psikologi perasaan takut mereka. Ia menyebut Mubarak sebagai keras kepala.

”Saya berharap Mubarak tidak keras kepala karena Mubarak kali ini keras kepala terhadap sebuah perjalanan sejarah, bukan dengan partai atau seseorang. Mubarak boleh keras kepala dengan seseorang, tetapi tidak bisa melawan sejarah,” kata Heikal.

( disadur dari : kompas.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar