Kamis, 20 Januari 2011

Tamparan Gayus

DALAM setiap perkara, dakwaan jaksa adalah pintu masuk bagi hakim menjatuhkan vonis. Jika dakwaan jaksa lemah, mudah diduga, putusan hakim pun enteng. Itulah yang terjadi dalam perkara Gayus Tambunan.

Dalam sidang kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis hakim menjatuhkan vonis tujuh tahun kepada Gayus. Vonis itu jauh di bawah tuntutan jaksa 20 tahun.

Gayus adalah orang keenam dari jaringan mafia pajak yang dijatuhi hukuman. Sebelumnya hakim telah menjatuhkan vonis enam tahun kepada Andi Kosasih, tiga tahun kepada Lambertus Palang Ama, dua tahun kepada Ajun Komisaris Polisi Sri Sumartini, lima tahun bagi Komisaris Polisi Arafat Enanie, dua tahun bagi hakim Muhtadi Asnun, dan 1,5 tahun untuk Alif Kuncoro. Jika dibandingkan dengan keenam orang itu, Gayus dihukum lebih berat.

Sekalipun demikian, sejujurnya kita terkejut dengan vonis majelis hakim sebab Gayus sepantasnya dihukum mati. Kita pantas terkejut karena selama persidangan, majelis hakim yang dipimpin Albertina Ho mengajukan pertanyaan tajam dan kritis kepada terdakwa, saksi, dan ahli sehingga kerap membuat saksi tidak berkutik.

Dalam persidangan hakim tentu saja leluasa menggali fakta untuk memperkuat keyakinan ketika menjatuhkan vonis. Namun ketika menyusun vonis, hakim tentu saja kembali berpedoman pada dakwaan jaksa.

Faktanya, sekalipun dibungkus dengan tuntutan 20 tahun penjara, jaksa hanya mendakwa Gayus dengan pasal penyuapan sehingga vonis tujuh tahun dianggap wajar. Jaksa memang membuat konstruksi hukuman yang enteng bagi Gayus.

Namun, adilkah vonis tujuh tahun untuk Gayus? Terus terang tidak. Rasa keadilan publik tercabik-cabik oleh vonis itu. Secara hukum formal, vonis itu bisa saja benar. Namun bagi keadilan publik, vonis itu sungguh melukai rasa keadilan.

Bila sebelum vonis dijatuhkan Gayus leluasa piknik keluar tahanan, jangan heran jika setelah vonis ini Gayus akan lebih banyak lagi berleha-leha di luar penjara. Masa hukuman itu akan sangat sedikit dijalaninya di balik jeruji besi. Sebab mafia pajak pun ramai-ramai menyiapkan remisi untuknya sehingga jangan kaget bila tiba-tiba Gayus sudah bebas.

Gayus sungguh sebuah fenomena tentang betapa mafia hukum telah membelit negeri ini. Seusai divonis, Gayus malah berkoar-koar Satgas Pemberantasan Mafia Hukum bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah merekayasanya. Antara lain, satgaslah yang memintanya agar fokus kepada tiga perusahaan kelompok Bakrie yang telah menyuapnya.

Padahal dalam persidangan, Gayus terus terang mengakui, bahkan memerinci uang yang diterimanya dari tiga perusahaan kelompok Bakrie. Tentu saja akal waras kita lebih memercayai keterangan di persidangan, bukan di luar sidang seperti dilontarkan Gayus kemarin.

Keterangan Gayus di luar sidang itu adalah upaya untuk mengecohkan agar mafia pajak tetap tak terjamah. Bahkan, dengan semua pernyataannya itu, Gayus telah menghancurkan satgas bentukan Presiden. Itu mestinya sebuah tamparan kepada sang pembentuk satgas.
( disadur dari : mediaindonesia.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar