Minggu, 30 Januari 2011

Polri, Siapa Penyuap Gayus?


Pertanyaan siapa penyuap Gayus Tambunan belum pernah dijawab oleh Polri sejak mafia kasus dan mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan, mantan pegawai pajak, mencuat April 2010. Bahkan, kalau mau ditarik lebih jauh lagi, sejak awal Gayus berurusan dengan hukum tahun 2009.

Tak jelas dari mana harta fantastis sekitar Rp 100 miliar dalam bentuk uang tunai, logam mulia, dan saham milik mantan pegawai golongan IIIa di Direktorat Jenderal Pajak itu. Tidak ada satu pihak pun yang bertanggung jawab atas aliran dana ke Gayus, baik pemilik uang maupun perantara.

Jangankan menjerat penyuap, sampai saat ini Polri tidak pernah menjelaskan kepada publik tentang hasil penyelidikan pihak-pihak yang selama ini disebut penyokong dana ke Gayus. Apa sebenarnya alasan tidak ditemukannya unsur pidana? Padahal, Polri sendiri yang menyebut siapa pihak-pihak itu.

Polri pernah menyebut tengah menyelidiki empat perusahaan, yakni PT SAT, PT DAS, PT E, dan PT I, terkait mafia pajak. Penyelidikan itu telah dilakukan sejak April 2010. Dari empat perusahaan itu, baru kasus PT SAT yang ditindaklanjuti ke penyidikan. Itu pun tidak ditemukan adanya suap. Hanya dugaan penyalahgunaan wewenang saat menangani keberatan pajak yang berujung dijeratnya empat pegawai pajak.

Polri juga belum menjelaskan terkait aliran dana dari PT Megah Citra Jaya Garmindo senilai Rp 370 juta dan Roberto Santonius, konsultan pajak sebesar Rp 925 juta. Dua pihak itu yang menyeret Gayus dalam kasus tahun 2009. Seperti diketahui, kasus itu direkayasa dan berakhir vonis bebas di Pengadilan Negeri Tangerang.

Kemudian Polri belum mengungkap pengakuan Gayus terkait aliran dana dari tiga perusahaan Bakrie Group dengan total sekitar 3.500.000 dollar AS. Gayus mengaku menerima uang itu dari Alif Kuncoro setelah melakukan tiga pekerjaan. Terakhir, Polri belum menjelaskan soal pengusaha HS yang disebut Gayus penyokong dana untuk pelesiran ke luar negeri selama berstatus tahanan Brimob Kelapa Dua, Depok.

Rekayasa jilid II

Donal Fariz, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), mengatakan, belum dijeratnya para penyuap terkait uang Rp 28 miliar dan Rp 74 miliar mendekati rampungnya penyidikan adalah bentuk rekayasa kasus Gayus jilid II. Rekayasa pertama ialah kasus empat perkara Gayus yang membuatnya diganjar tujuh tahun penjara. Padahal, Polri telah memegang data pajak 151 perusahaan.

"Kepolisian telah melukai rasa keadilan dengan menjerat penerima suap, tapi tidak memproses penyuap. Proses hukum dilakukan untuk melindungi kejahatan itu sendiri. Padahal, ada celah besar untuk menjerat penyuap," ucap dia ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (30/1/2011).
Donal mengatakan, Polri sebenarnya mampu menuntaskan kasus itu. Namun, kata dia, ada ketidakmauan dari petinggi Polri. "Itu kelihatan dari pernyataan petingginya. Mantan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri mengatakan, kalau kasus ini dibuka, Republik akan goncang. Terakhir Kabareskrim Komjen Ito Sumardi mengatakan, pihaknya tidak buka-bukaan terhadap kasus ini karena akan merusak citra pemerintah," kata Donal.

Donal menilai alasan Polri, yang meminta masyarakat menunggu fakta di pengadilan untuk menjerat penyuap, terlalu mengada-ada. "Itu logika sesat. Kasus Gayus sudah dimulai sejak April 2010. Betapa lamanya penanganan kasus ini. Semakin lama, semakin kelihatan ada tebang pilih. Semakin kelihatan melindungi kejahatan-kejahatan khususnya wajib pajak bermasalah. Kita semakin tidak percaya kasus ini ditangani kepolisian," ujar dia.
( disadur dari : kompas.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar