Sabtu, 15 Januari 2011

Buang Badan soal Tarif Listrik

SULIT, memang, memutuskan kebijakan yang menyenangkan semua orang.

Bagi sebuah pemerintahan yang popularitasnya sedang merosot, tentu, kebijakan yang menyenangkan jauh lebih penting daripada kebijakan yang memperburuk resistensi. Tidak peduli apakah kebijakan itu berujung pahit bagi rakyat untuk jangka panjang.



Karena itu, bila ada kebijakan yang menggerogoti popularitas, para pemangku kepentingan pun ramai-ramai buang badan. Tinggal pelaksana teknis di lapangan yang bekerja sendirian dan babak belur menjadi tameng kemarahan publik.

Itulah yang kita tangkap dari kisruh penaikan tarif listrik untuk industri oleh pemerintah hingga lebih dari 18% mulai Januari 2011 ini. Bahasa persisnya ialah penghapusan batas (capping) penaikan tarif dasar listrik yang memaksa industri membayar listrik berdasarkan tarif keekonomian tanpa subsidi lagi.

Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pelaksana kelistrikan di lapangan sudah memberi pengumuman dan pemberitahuan kepada kalangan industri. Para asosiasi industri pun sontak keberatan dengan keputusan yang mendadak itu. Begitu penolakan mengeras, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memiliki kewenangan malah menegur PLN.

Kalangan usaha pun masygul atas keputusan tersebut. Menurut mereka, penghapusan batas itu merupakan kado pahit kesekian kali di tahun baru setelah kalangan pengusaha dibuat pusing oleh kenaikan upah buruh di berbagai provinsi pada kisaran 10%-15%.

Sebelumnya, para pengusaha juga sudah mulai dibuat sempoyongan oleh penetapan bea masuk bahan baku dan barang modal impor sebesar 5%-10%. Maka, mereka pun ramai-ramai meminta agar pemerintah menunda penghapusan capping itu hingga 2012.

PLN sendiri mendasarkan keputusan penaikan tarif itu dari hasil keputusan DPR dan pemerintah pada Juli 2010 lalu. Kesepakatan itu ialah penghapusan capping dilakukan secara bertahap.

PLN juga mengejar target agar subsidi listrik yang dialokasikan di APBN 2011 sebesar Rp40,7 triliun tidak membengkak. Cara paling gampang, ya, menaikkan tarif.

Namun, itu dilakukan di tengah upaya kalangan usaha nasional memupuk daya saing industri yang terus tergerus. Penaikan tarif listrik secara tiba-tiba itu menjadi pukulan telak yang melumpuhkan.

Tidak hanya terpukul, mereka pun dibuat bingung oleh pernyataan Kementerian ESDM yang menyebut bahwa mereka tidak mengetahui kebijakan penaikan tarif listrik industri itu. Mereka menyebutnya dengan 'telah terjadi miskomunikasi'.

Akal sehat akan mempertanyakan, apa iya sebuah keputusan besar dan untuk hajat hidup publik tidak disetujui dan diketahui sang pemilik kewenangan? Apakah itu bukan sekadar cuci tangan dan buang badan demi menjaga citra?

Tinggallah PLN kini berhadapan secara diametral dengan para pengusaha. Nasib mereka sama dengan PT Kereta Api yang terpaksa babak belur karena telanjur menaikkan tarif, tetapi tiba-tiba dibatalkan. Kedua BUMN itu pun menjadi korban cuci tangan. Siapa menyusul?
( disadur dari : mediaindonesia.com )
Bookmark and Share  

1 komentar:

  1. Baru saja rakyat merasakan pahitnya tarif TDL yg baru dinaikkan, sekarang malah sudah ribut lagi mau dinaikkan, kayaknya pemimpin negeri ini sudah gegar otak kali ya,,,,??????

    BalasHapus