Selasa, 18 Januari 2011

Giliran 100 Tokoh Bicara Kebohongan

VIVAnews - Seratus tokoh politik dan lembaga swadaya masyarakat mencanangkan tahun 2011 sebagai Tahun Kebenaran. Deklarasi ini digelar dalam acara bertajuk Pertemuan Meja Bundar di Gedung Juang, Menteng, Jakarta.

"Ini merupakan respons atas sikap tokoh lintas agama yang mencanangkan tahun perlawanan terhadap kebohongan di PP Muhammadiyah minggu lalu," ujar Rizal Ramli, inisiator acara yang digelar Senin pagi, 17 Januari 2011 itu.

Selain Rizal, beberapa tokoh yang hadir antara lain Yudi Latif, Yuddy Chrisnandi (Hanura), Permadi (Gerindra), Ahmad Yani (PPP), Mahfudz Siddiq (PKS), Indra J. Piliang (Golkar), Fuad Bawazier (Hanura), Firman Djaya Daeli (PDIP), Effendy Choirie (PKB), dan sejumlah tokoh lain.

"Situasi yang hadir selama ini semakin mencemaskan. Pemerintahan membusuk dengan kebohongan," ujar Rizal Ramli, mantan menteri di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid itu. "Enam tahun lewat, tahun penuh pencitraan dan bungkus palsu tanpa prestasi menonjol."

Rizal Ramli menegaskan, pemerintah saat ini sibuk mengkampanyekan keberhasilan dan peningkatan PDB (produk domestik bruto) dan perbaikan indikator-indikator finansial, tanpa pernah menyampaikan produk nasional bruto. "Pemerintah gagal menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mayoritas rakyat," katanya.

Sementara Yudi juga mengatakan, tingkat kesenjangan sosial sudah semakin lebar tapi pertumbuhan ekonomi dinyatakan naik dengan dalih kemiskinan menurun. "Indikatornya yang diutak-atik, bukan kemiskinan yang sesungguhnya yang dibenahi. Semua rekayasa statistik," ujar Yudi.

Menurut Yudi, pernyataan tokoh lintas agama yang mengatakan pemerintah bohong memiliki justifikasi prinsip moral yang benar. "Presiden SBY adalah Presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat, tetapi presiden pertama pula yang menghabiskan biaya politik yang sangat tinggi," kata Yudi.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat Tyasno Sudarto yang juga hadir dalam acara itu berkata lebih keras. "Rezim pembohong, tidak ada kata selain revolusi!" katanya dalam pertemuan yang sama.

Permadi, anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, juga senada. "Pertemuan ini saya harapkan terakhir, sudah saatnya revolusi  digaungkan sebelum rakyat memberontak."

Namun, pertemuan ini bukan menghasilkan kesepakatan revolusi seperti disampaikan dua orang sepuh itu. Pertemuan menghasilkan kesepakatan membentuk badan pekerja.

Dimulai dari Agamawan

Sepekan sebelumnya, sejumlah tokoh lintas agama berkumpul di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Menteng. Mereka mengkritik kinerja roda pemerintah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Semua tokoh agama sudah turun gunung, kalau ini tidak diperhatikan, siapa kami ini sebenarnya?" kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif membacakan pernyataan terbuka tokoh lintas agama pada Senin 11 Januari 2011 itu.

Selain Syafi, hadir pula Andreas A Yewangoe, Din Syamsuddin, Situmorong, Bikkhu Pannyavaro, Mgr D Situmorong, Shalahuddin Wahid, dan I Nyoman Udayana Sangging.

Bikkhu Pannyavaro menambahkan, kebobrokan yang terjadi pada bangsa ini karena kebohongan sudah menggelayuti para pemimpin dalam menjalani amanah rakyat. "Kalau para pemuka agama ini tidak bersuara keras, memperbaiki kebohongan yang dilakukan pemimpin kita, dari mulai Ketua RT hingga Presiden, maka kebohongan itu menjadi kultur, sifat mental bangsa ini," kata Bikkhu Pannyavaro.

Dan mereka menutup pertemuan dengan membacakan 18 kebohongan Pemerintah, yang terdiri dari 9 kebohongan lama dan 9 kebohongan baru.
Kebohongan lama yang dimaksud menyangkut angka kemiskinan yang semakin meningkat, kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi, ketahanan pangan dan energi yang gagal total, anggaran pendidikan yang terus menurun, pemberantasan teroris yang belum maksimal, penegakan HAM yang tidak ada tindak lanjut hukumnya, kasus Lapindo, kasus Newmont yang nyatanya terus saja membuang limbah tailing ke Laut Teluk Senunu, sebanyak 120 ribu ton, dan tidak adanya renegosiasi kontrak dengan Freeport.
Sedangkan sembilan kebohongan baru pemerintah menyangkut: tidak adanya transparansi dalam menjalankan pemerintahan terkait mundurnya Sri Mulyani dari posisi Menkeu, kebebasan beragama dan persatuan bangsa seperti yang dicanangkan pemerintahan SBY dianggap angin lalu karena masih terjadi 33 kali penyerangan fisik yang mengatasnamakan agama.
Selain itu, tidak adanya kebebasan pers yang terlihat dari 66 kasus fisik dan non fisik yang dialami insan pers, kasus pelecehan dan kekerasan terhadap para TKI di luar negeri, tidak adanya reaksi atas masalah kedaulatan NKRI saat tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan ditangkap polisi Malaysia. Kebohongan lainnya menyangkut penegakan hukum, kasus rekening gendut polisi, intimidasi terhadap antikorupsi dan kasus lawatan Gayus Tambunan ke sejumlah lokasi.
Dua hari setelah lintas agama membacakan kobohongan pemerintah, Menteri Koordinator (Menko) bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan Pemerintah risau dengan editorial di salah satu media tentang kebohongan Pemerintah. Tudingan bohong itu dinilai terlalu jauh.

"Disebutkan bahwa sudah terlalu banyak kebohongan yang dilakukan Pemerintah kepada rakyat," kata Djoko Suyanto dalam jumpa pers di Kantor Presiden itu.

Pemerintah merasa perlu melakukan konferensi pers terkait wacana ini karena menyangkut wibawanya. "Bohong itu adalah menyangkut integritas seseorang, kredibilitas seseorang, kehormatan seseorang," ujar Djoko.

Belakangan, Staf Khusus Presiden Daniel Sparingga menilai pernyataan sikap tokoh lintas agama pada Senin, 10 Januari 2011, bukan keputusan bersama. "Sampai hari ini belum ada yang dianggap sebagai pernyataan [bersama] tokoh lintas agama," kata Daniel pada acara dengar pendapat publik antar lintas tokoh agama di Wisma PGI, Cikini, Jakarta, Jumat 14 Januari 2011.

Daniel menganggap pertemuan tokoh lintas agama Senin lalu, masih ada silang pendapat, ada perbedaan pandangan mengenai apa yang semestinya dideklarasikan. Menurut dia, draf berisi 18 kebohongan SBY itu tidak bulat disepakati. "Pernyataan lintas agama itu belum ada. Kalau draf 18 kebohongan SBY, itu memang ada," kata Daniel.

Namun bola sudah bergulir, polemik merebak. Presiden pun mengundang para tokoh agama itu bertemu pada Senin 17 Januari malam.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga Wakil Ketua DPR Pramono Anung melihat Presiden telah tertohok oleh pertemuan para agamawan ini. Bukan hanya pada substansi, tapi juga pada pilihan angka 9. "Sembilan kan angka favorit Presiden. Tentu ini sangat menyentuh Pak SBY," ujar Pramono.

Ia menambahkan, selain itu pilihan diksi 'bohong' pun sangat menggigit. "Stigma dan diksi 'kebohongan' saya lihat sangat mengganggu pemerintah, terutama Presiden. Dari kecil kita kan sudah dididik untuk tidak berbohong," katanya.

Oleh karena itu, ia melihat salah satu tujuan utama pertemuan Senin malam adalah untuk mengeliminir diksi 'kebohongan' yang dilontarkan itu.
( disadur dari : vivanews.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar