Selasa, 01 Februari 2011

RI Evakuasi WNI dari Mesir


Terus memburuknya kondisi politik dan merebaknya aksi kerusuhan di Mesir selama tujuh hari ini memaksa Pemerintah Indonesia, Senin (31/1) malam, mencarter sebuah pesawat Boeing 747 Garuda untuk ke Mesir guna mengevakuasi WNI dari negeri itu.
”KBRI akan menerapkan kebijakan skala prioritas bagi WNI (warga negara Indonesia) yang akan dievakuasi, misalnya kaum wanita, anak-anak, dan warga yang merasa sudah tidak aman di tempat tinggal mereka,” ujar Koordinator Perlindungan WNI dari Kedutaan Besar RI (KBRI) Kairo Teguh Isgunanto kepada wartawan Kompas Musthafa Abd Rahman di Kairo, Mesir, Senin.

Di Jakarta, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Kusuma Habir mengungkapkan, untuk saat ini pemerintah baru mencarter satu pesawat.
”Pesawat diberangkatkan Senin malam dan berkapasitas 428 penumpang. Sedangkan soal dana yang disediakan sudah disepakati ada, tetapi berapa jumlahnya masih belum diketahui,” ujarnya.
Hingga saat ini, berdasarkan data KBRI Kairo, jumlah WNI di Mesir per Desember 2010 sebanyak 6.149 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.297 adalah pelajar dan mahasiswa, 1.002 tenaga kerja wanita (TKW), 163 keluarga besar KBRI, 300 keluarga dari mahasiswa, 99 tenaga ahli, dan 50 tenaga kerja asing.
Saat dihubungi secara terpisah di Jakarta, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengingatkan pemerintah untuk bertindak cepat mengevakuasi warga negaranya, terutama para tenaga kerja Indonesia (TKI), yang posisinya sangat rentan terjebak dalam situasi berbahaya. Hal itu mengingat para TKI tersebut ikut dan tinggal bersama majikan mereka masing-masing.
”Jangan sampai menunggu jatuh korban lebih dahulu, seperti ketika pecah perang di Lebanon pada 2007. Waktu itu seorang TKI bernama Siti Maemunah tewas tertembak,” kata Anis.
Terkendala jam malam
Kawasan Nasr City di Kairo, khususnya Distrik 10, adalah tempat konsentrasi terbesar WNI di Mesir. Ribuan pelajar dan mahasiswa Indonesia berdomisili di Distrik 10 karena harga sewa rumah di distrik itu relatif lebih murah dibandingkan kawasan lain.
Sejak gerakan massa antirezim Mubarak marak, 25 Januari lalu, kawasan Nasr City adalah salah satu kawasan rawan secara keamanan. Kendaraan lapis baja dan truk militer melakukan patroli intensif setiap malam di kawasan Nasr City. Suara tembakan kadang terdengar pula pada malam hari di kawasan tersebut.
Namun, ronda malam yang dilakukan Komite Rakyat setempat membantu mengendalikan keamanan di kawasan itu.
”Saya merasa paling cemas pada Jumat, Sabtu, dan Minggu lalu karena mendengar ada aksi penjarahan di berbagai tempat, termasuk di Nasr City, dan bahkan disertai tembak-tembakan,” kata mahasiswa pascasarjana Universitas Al-Azhar, Romli Sarkowi, yang bersama keluarganya tinggal di Distrik 10 Nasr City.
Pada Senin, menurut Sarkowi, situasi di tempat itu mulai lumayan karena polisi mulai turun lagi di jalan dan lalu lintas lebih normal, tetapi tetap tak tenang karena belum ada kepastian politik.
Menurut Sarkowi, satu hal yang dicemaskan adalah mulai langkanya kebutuhan pokok di toko-toko, bahkan ada toko yang stok barangnya tinggal dua hari lagi. Hal senada diungkapkan alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Zuhairi Misrawi.
”Mereka sulit mencari bahan logistik. Selain karena ada jam malam, keuangan mereka juga semakin menipis, sementara harga bahan makanan dan barang kebutuhan pokok lain melonjak sampai dua kali lipat. Selama ini mereka banyak bergantung kepada beasiswa dari Pemerintah Mesir. Dengan kondisi tidak menentu seperti sekarang, bantuan itu sama sekali terputus, sementara keuangan mereka semakin menipis,” ujar Zuhairi yang tengah berada di Mesir untuk studi kepustakaan.
Seorang mahasiswa Universitas Al-Azhar, Nurul Fajriah, juga mengungkapkan, dirinya merasa sangat takut dan tidak berani keluar rumah sejak kondisi keamanan buruk.
”Saya ingin kondisi keamanan dan politik yang tak menentu ini segera berakhir,” kata Nurul.
Duta Besar RI untuk Mesir AM Fachir menyampaikan kepada Kompas di kantornya, Minggu, KBRI sudah mendirikan posko-posko sebagai tempat evakuasi bagi WNI di Mesir yang sudah merasakan tidak amandi tempat mereka masing-masing.
Posko-posko itu adalah gedung KBRI di Distrik Garden City, Pusat Kebudayaan Indonesia di Distrik Dokki, Kantor Konsuler KBRI di Distrik Nasr City, semua perumahan daerah mahasiswa di Kairo, dan Kantor Dewan Perwakilan Daerah Mahasiswa di Mesir, seperti Provinsi Tanta dan Zaqaziq.
Sejak gerakan massa antirezim Mubarak marak mulai Jumat lalu, Presiden Mesir Hosni Mubarak memberlakukan jam malam sejak pukul 18.00 hingga pukul 07.00. Namun, hari ke hari, jam malam terus ditambah karena situasi dianggap terus memburuk.
Senin kemarin, jam malam ditambah dari pukul 15.00 hingga pukul 08.00. Sejak hari Jumat itu pula militer menggantikan polisi untuk mengendalikan keamanan di seantero Mesir. Menurut AM Fachir, pihak KBRI sudah mengajukan surat tertulis kepada Military Attache Branch Mesir untuk meminta jaminan keamanan terhadap aset RI dan bantuan perlindungan terhadap WNI di Mesir.
( disadur dari : kompas.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar