Rabu, 12 Januari 2011

Sekali Menggayus, Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie Terlampaui

Terlahir dengan nama Jean Eugene Robert di Prancis, 7 Desember 1805 silam dari keluarga pembuat arloji, Houdini dikenang sebagai pelopor seni sulap modern. Dialah yang mengubah sulap dari sekadar pertunjukan kaki lima di pojok-pojok pasar menjadi tontonan kaum elit di ballroom mewah.
Karyanya memukau dan abadi. Berbagai trik sulap telah diciptakannya dan masih digunakan oleh pesulap-pesulap yang lahir kemudian sampai hari ini.
Di dunia para pesulap Houdini dikenal sebagai escapologist atau ahli meloloskan diri dari situasi yang paling berbahaya sekalipun. Dialah escapologist paling top. Salah satu triknya yang paling memukau dinamai "Water Chamber". Dalam keadaan seluruh tubuh terlilit dan terkunci dengan rantai besi, Houdini dimasukkan ke dalam sebuah kotak kaca dan selanjutnya dicemplungkan ke dalam air. Hanya dalam hitungan detik ia bisa meloloskan diri dari lilitan rantai yang terkunci dan sekapan kotak kaca sempit itu. Kemampuannya meloloskan diri mengubah sifat tontonan itu, dari mengerikan menjadi menyenangkan.
Gayus HP Tambunan lain lagi.


Dia bukan pesulap seperti Houdini. Ia adalah pesulap jenis yang lain: pesulap pajak. Tetapi seperti Houdini, Gayus juga pantas disebut sebagai escapologist kelas wahid. Dia mampu menjebol ruang tahanannya di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Tidak tanggung-tanggung, sejak dikurung bulan April 2010 lalu ia setidaknya telah 68 kali menjebol ruang tahanannya itu.
Bisa dikatakan Gayus bahkan lebih hebat dari Houdini. Setelah meloloskan diri dari Water Chamber, Houdini hanya berdiri di atas panggung sambil mengembangkan kedua tangan menyambut tepuk tangan penonton yang membahana. Sementara Gayus, setelah menjebol ruang tahanan ia berjalan-jalan jauh sekali, sampai Makau, Malaysia dan Singapura juga Bali.
Dalam aksi menyelamatkan diri, penonton bisa melihat bagaimana Houdini berjuang mati-matian melepaskan diri dari rantai besi terkunci. Ia mengerahkan semua kemampuan individualnya, menahan nafas di dalam air sambil tetap meliuk-liukkan badannya hingga bisa lolos dari mulut maut.
Adapun aksi Gayus menjebol ruang tahanan tidak kasat mata. Tetapi dapat dipastikan bahwa ia menggunakan semua kemampuan dan dukungan yang dimilikinya untuk bisa menjebol ruang tahanan itu. Menyaksikan kehebatannya yang luar biasa, dapat dipahami bila kemudian ia berani mencalonkan diri sebagai staf ahli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam dua tahun, sesumbar Gayus, negeri ini akan bersih dari korupsi.
Tepuk tangan dan cemooh menyambut aksi memukau Gayus yang mencengangkan ini, yang memuakkan sekaligus bikin patah hati.
“Jangan dihukum. Kalau bisa (Gayus Tambunan) dijadikan presiden saja,” begitu pernyataan satir mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif yang masygul melihat ketidakmampuan aparat penegak hukum dan ketiadaan itikad pemerintah untuk menyelesaikan kasus Gayus ini. Satir itu disampaikan Syafii Maarif usai menghadiri diskusi dan deklarasi Gerakan Integritas Nasional di Museum Stovia, Jakarta Pusat, kemarin (Selasa, 11/1).
Masygul, putus asa, dan kehilangan harapan. Itulah agaknya kata-kata yang bisa mewakili perasaan kita kala menyaksikan trik sulap ala Gayus yang seperti tiada habisnya.
Menurut salah satu analisa, ada pihak-pihak tertentu yang memang sungguh-sungguh menginginkan agar kasus Gayus ini, dengan berbagai derivasinya, tetap menjadi pembicaraan publik. Menurut analisa ini, kasus Gayus tidak akan berhenti walaupun misalnya, ia telah in cracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap.
Mengapa demikian?
Karena Gayus berikut berbagai kasus yang melilitnya memang tidak ditujukan untuk membongkar jejaring korupsi di negeri ini, melainkan diangkat ke permukaan untuk menghabisi potensi dua kubu utama yang memiliki peluang besar bertarung dalam pemilihan presiden 2014 nanti.
Kubu pertama adalah Aburizal Bakrie, dan kubu kedua adalah Sri Mulyani Indrawati.
Kita mulai dengan Sri Mulyani Indrawati, mantan Menteri Keuangan yang kini berkantor di World Bank. Banyak analis politik yang setuju bahwa Ani Muda, begitu belakangan ini dia disebut untuk membedakannya dengan Ibu Ani Yudhoyono, adalah salah seorang tokoh yang memiliki potensi besar untuk maju dalam pilpres 2014. Ia wanita, pintar, juga memiliki kapasitas yang diakui oleh dunia internasional.
Seorang analis mengatakan, Ani Muda adalah satu dari empat tokoh yang hari-hari ini memiliki peluang paling besar untuk menggantikan SBY. Selain Ani Muda, ketiga tokoh lainnya adalah Ibu Ani Yudhoyono yang belakangan ini sering disebut dengan nick name Ani Tua, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD yang nekat.
Operator Ani Muda di lapangan juga sudah mulai bergerak kesana kemari untuk merajut dan menggalang dukungan. Beberapa bulan lalu, misalnya, Todung Mulya Lubis meluncurkan website www.srimulyani.net yang dipercaya akan menjadi salah satu flight carriers Ani Muda untuk merebut posisi kunci dalam pemerintahan berikutnya. Selain untuk mempromosikan Ani Muda sebagai tokoh paling memiliki integritas dan cerdas, website ini juga digunakan untuk menghajar pihak-pihak yang dianggap sebagai lawan.
Mengangkat kasus Gayus dengan sendirinya akan melemahkan kans Ani Muda. Karena bagaimanapun juga, Gayus merupakan produk reformasi sektor pajak bernilai triliunan rupiah –dimana sebagian dananya berasal dari utang luar negeri– yang diinisiasi Ani Muda sebelum ia lompat pagar ke Washington DC. Reformasi sektor pajak ini adalah salah satu jualan utama Sri Mulyani Indrawati yang membuat dirinya merasa berhasil di Kementerian Keuangan.
Dengan mengangkat kasus Gayus dan kegagalan reformasi sektor pajak ini, diharapkan publik juga akan teringat pada sejumlah kasus lain yang menyenggol nama Ani.
Misalnya, pertama, kasus yang melibatkan pengusaha yang juga dekat dengan Presiden SBY, Siti Hartati Murdaya. Pada akhir Maret 2007 petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta menangkap kontainer sepatu milik Central Cipta Murdaya (CCM), salah satu perusahaan Hartati Murdaya. Sang pengusaha sempat mendatangi Dirjen Bea Cukai Anwar Suprijadi. Kepada sang Dirjen ia menjelaskan bahwa kontainer itu keluar karena ada permainan di tingkat bawah yang tidak diketahui pihak manajemen perusahaan. Tetapi sang Dirjen tak mempedulikan penjelasan itu, dan tetap memproses penyelundupan ini.
Tak mau kalah, Hartati Murdaya mengirimkan surat kepada atasan Anwar, Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sejak itu, kasus penyelundupan sepatu milik Hartati Murdaya ini tak jelas lagi juntrungannya.
Kasus lainnya adalah kasus pajak PT Asian Agri milik Sukanto Tanoto yang dilaporkan mantan group financial controller Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada akhir 2006. Di awal 2007, Ditjen Pajak mengambil alih kasus ini dan memperkirakan kerugiaan negara sebesar Rp 1,4 triliun. Tetapi sampai sekarang, kasus pajak PT Asian Agri ini pun tidak jelas kabar berita dan nasibnya.
Sri Mulyani juga tersenggol kasus pajak PT Ramayana Lestari Sentosa sebesar Rp 300 miliar. Kasus yang terjadi di awal 2007 ini ini telah diperiksa oleh Kejaksaan Agung dan dinyatakan P21 alias lengkap dan siap dilimpahkan ke pengadilan. Namun atas permintaan Sri Mulyani, Jaksa Agung mementahkan kembali kasus ini. Sri Mulyani beralasan, toh Komisaris Utama Ramayana Lestari Sentosa, Paulus Tumewu yang merupakan adik Eddy Tanzil, akhirnya membayar tunggakan pajak berikut denda.
Di luar urusan kasus pajak, dengan mengangkat kasus Gayus, publik juga akan terus mengingat peranan penting Sri Mulyani sebagai ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang menyetujui bailout untuk Bank Century yang akhirnya membengkak hingga Rp 6,7 triliun November 2008 lalu.
Sekarang, bagaimana dampak Gayus-gate terhadap Aburial Bakrie?
Sudah banyak yang mengatakan bahwa Gayus adalah kuda troya untuk merusak Ical. Sebab ada perusahaan milik keluarga Bakrie merupakan klien Gayus dan memberikan suap yang begitu besar.
Adalah Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana, yang dalam persidangan di bulan Oktober 2010 lalu mengatakan bahwa Gayus pernah mengaku bahwa dirinya menerima uang Kaltim Prima Coal dan Bumi Resources.
Menurut Denny kala itu, Group Bakrie menawarkan 7 juta dolar AS. Tapi Gayus mengakui hanya mengambil 3 juta dolar AS. Sisanya dibagikan ke Kasi Pengurangan dan Keberatan Satu Dirjen Pajak, Maruli Pandapotan Manurung, juga Alif Kuncoro dan Imam Cahyo Maliki.
Pernyataan Denny ini menguatkan pengakuan Gayus dalam persidangan akhir September 2010. Ketika itu Gayus mengatakan menerima uang 3 juta dolar AS atas pekerjaannya membantu pembetulan SPT Pajak PT KPC dan Arutmin. Juga jasa atas pekerjaannya mengurus perkara banding PT Bumi Resources.
Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Ahmad Santosa, dalam persidangan di bulan November 2010 mengatakan, bahwa Gayus pernah mengaku bahwa uang terbesar dia peroleh dari wajib pajak Grup Bakrie.
Jauh hari sebelum pengakuan-pengakuan yang disampaikan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu, Aburizal Bakrie sudah mencium gelagat dirinya akan dipojokkan dalam kasus Gayus ini.
Dalam jumpa pers di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, bulan Juni 2010, Ical membantah dirinya memiliki kaitan dengan kasus Gayus. Dia mempersilakan ketiga perusahaan itu diperiksa. Di sisi lain, dia juga mengatakan bahwa KPC, Arutmin dan Bumi Resource adalah perusahaan milik publik.
Begitulah, kedua tokoh ini, Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie kelihatannya harus ekstra hati-hati menghadapi kasus Gayus dan collateral damage yang bisa ditimbulkannya. Bila tidak berhati-hati dan ceroboh, bukan tidak mungkin, analisa di atas –yang menyebutkan bahwa kasus Gayus sengaja terus diangkat untuk memperkecil kans mereka dalam pilpres 2014– akan menjadi kenyataan.
Wallahualam bisawab.
( disadur dari : rakyatmerdeka.co id )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar