Senin, 28 Februari 2011

12 Guru Kritis ini Pantang Menyerah...


Endro Hardjito, Ketua Komite SMA 1 Purwakarta, mencabut gugatannya kepada Lilis Yani Sugiati, mantan guru sekolah itu, dan memilih menyelesaikannya secara kekeluargaan. Namun, Yani dan 11 mantan guru lain meminta penegak hukum tetap mengusut dugaan penyimpangan anggaran SMA 1 Purwakarta.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Purwakarta, Jawa Barat, yang dipimpin Ayumi Susriani, Kamis (24/2/2011), mengabulkan pencabutan gugatan Endro. Endro menggugat perdata Lilis, antara lain karena telah melaporkan dugaan penyimpangan dana sekolah ke Kepolisian Daerah Jawa Barat.

Endro merasa dirugikan oleh laporan tersebut karena harus menjalani pemeriksaan kepolisian. Lilis adalah satu dari 12 guru SMA 1 Purwakarta yang dimutasi ke sejumlah sekolah di daerah pinggiran Purwakarta, seperti Maniis, Plered, dan Sukatani, karena mengkritisi kebijakan sekolah.

Mereka dipindah setelah beberapa kali berunjuk rasa menuntut transparansi pengelolaan anggaran sekolah. Para guru menduga ada sekitar Rp 1 miliar dana yang dipungut dari orangtua siswa ataupun bantuan pemerintah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Endro menyatakan mencabut gugatan dan lebih memilih penyelesaian secara musyawarah di luar pengadilan. Proses penyelesaian telah dimulai dengan difasilitasi oleh DPRD Purwakarta dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Purwakarta sejak 8 Februari 2011.

Kuasa hukum Lilis, Heri Gunawan, menyatakan menerima pencabutan gugatan itu. Namun, terkait dugaan penyimpangan dana sekolah yang telah dilaporkan ke Polda Jabar, pihaknya berharap tetap diusut tuntas.

"Gugatan (Endro) ini tidak ada kaitan dengan dugaan korupsi yang dilaporkan para guru. Biar gugatan dicabut, laporan guru tidak akan dicabut," kata Heri.

Dukungan moral

Seperti pada beberapa persidangan sebelumnya, dukungan kepada Lilis tetap mengalir. Massa guru olahraga dari sejumlah kabupaten dan mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia Purwakarta, Universitas Singaperbangsa Karawang, Perhimpunan Mahasiswa Purwakarta, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Purwakarta hadir pada persidangan Kamis (24/2/2011).

Massa mahasiswa juga berunjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Purwakarta mengecam diskriminasi kepada guru kritis. Sebab, selain mengebiri prinsip demokrasi, pembungkaman terhadap guru yang mengkritik kebijakan dan pengelolaan dana sekolah menjauhkan nilai keterbukaan, kejujuran, dan tanggung jawab dari lingkungan pendidikan.

Para guru juga pernah mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Kementerian Pendidikan Nasional karena penyelesaian dengan fasilitasi sejumlah institusi di Purwakarta tidak berhasil. Bersama-sama ICW, mereka mengadu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemudian ke Polda Jabar.

"Kami tidak ingin kasus seperti ini menimpa guru-guru lain yang berusaha mengkritisi pengelolaan anggaran sekolahnya. Penuntasan kasus dugaan penyimpangan dana sekolah melalui jalur hukum diharapkan menjadi efek jera, terutama bagi guru, pengelola sekolah, dan pelaku dunia pendidikan lain," tutur Lilis.

Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), akhir Januari 2011 lalu, memberikan penghargaan atas perjuangan 12 mantan guru SMA 1 Purwakarta itu. Sekretaris Jenderal FGII Iwan Hermawan menyatakan, keberanian para guru diharapkan menginspirasi guru lain agar selalu bersikap kritis demi masa depan pendidikan yang lebih baik.

( disadur dari : kompas.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar